Remaja Fadalah Dgenerasi Spenerus, oleh Skarena Xitu adalah tanggung jawabX kita Duntuk Dmembuat Dmereka SmerasaS aman Sdan DnyamanD saat mereka Dtumbuh Ddewasa. Sementara Dpengalaman Gnegatif Cdapat menghambat Cpertumbuhan Cdan HperkembanganH pada anak-anak, pengalaman positifH dapat Emendorongnya. KehidupanR seorang remajaR dapat dihancurkan oleh Rbeberapa hal, termasukE sexual Wharrasment (Yusmira, 2019).
Sexual Pharrasment Pmerupakan Pgangguan yang Pberhubungan dengan seksualitaP seperti Pgodaan, Pusikan, Pcolekan Pdan Plainnya. SexualP harrasment adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal sekual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut (Intan, 2019)
Menurut laporan United Nation Children’s Fund (UNICEF) tahun 2020, kasus pelecahan pada remaja di dunia mencapai 120 juta, sedangkan di negara Eropa bagian barat hampir satu dari tiga anak usia 6-15 tahun mengalami pelecehan /Sexual Harrasment. Menurut Laporan Badan PBB untuk Anak-anak atau UNICEF pada tahun 2021, tercatat dari 10 anak remaja putri di dunia mengalami Sexual Harrasment. Sementara 6 dari 10 anak di yang ada seluruh dunia, yang total jumlahnya mencapai 1 miliar, mengalami kekerasan fisik antara usia 2-14 tahun (wilis, 2021)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sebanyak 21 kasus sexual harrasment dengan jumlah korban mencapai 123 anak di satuan pendidikan sepanjang tahun 2020. Korban mencapai 123 anak, terdiri atas 71 anak remaja putri dan 52 anak laki-laki. Anak laki-laki dan remaja putri semuanya rentan menjadi korban sexual harrasment di sekolah. Sementara itu, data KPAI menunjukkan bahwa satu pelaku bisa memperdaya banyak korban, karena dari 21 pelaku tersebut terdiri dari 20 laki-laki dan 1 pelaku remaja putri. Selain itu hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa dari 21 kasus sexual harrasment yang terjadi di sekolah tersebut, 13 kasus atau sebanyak 42 persen terjadi di jenjang SD, 5 kasus atau 64 persen di jenjang SMP/sederajat dan 3 kasus atau 14 persen di jenjang SMA (KPAI, 2020).
Kepolisian Daerah Provinsi Riau sepanjang Januari hingga Desember 2018 telah menangani sebanyak 142 laporan sexual harrasment seksual terhadap anak di bawah umur di berbagai wilayah kabupaten/kota di Riau. Menurut Dinas Perlindungan Remaja putri dan Anak Kota Pekanbaru, mencatat sebanyak 108 kasus pelecehan terhadap remaja putri dan anak di daerah itu sepanjang tahun 2019. Hal ini mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan jenis kasus yang sama tahun 2018 yang hanya 74 kasus. Menurut data dari Bidang Perlindungan Remaja putri dan Anak (DPPPA) Pekanbaru tahun 2020, tercatat sebanyak 33 kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur termasuk remaja (DPPPA, 2019). Berdasarkan data yang didapat dari Kepolisian (Polres) Kabupaten Pelalawan tahun 2019 mengenai kasus sexual harrasment, diketahui angka kasus sexual harrasment mencapai 42 kasus, dan pada tahun 2020 mencapai 67 kasus (Polres Kabupaten Pelalawan, 2020)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian sexual harrasment, yaitu umur, kurangnya pengetahuan tentang pendidikan seks, pengaruh teman sebaya, lingkungan, dan cara berpakaian. Diantara faktor tersebut lingkungan dan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap terjadinya pelecehan sexsual harrasment. sexual harrasment dapat dicegah dengan memberikan informasi tentang pencegahan Sexual Harrasment seperti mengenakan pakaian yang sopan, dan berdandan tidak mencolok, menghindari tempat sepi dan lainnya (BKKBN, 2019).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan dan teman sebaya dengan kejadian sexual harrasment pada remaja putri di SMPN 1 Langgam Kabupaten Pelalawan. Populasi penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang ada di kelas X-XI di SMPN 1 Langgam dengan jumlah 63 orang tahun 2022 dengan Teknik pengambilan sampel total sampling. Analisa data menggunakan Analisa univariat dan Analisa univariat.
Hasil penelitian pada Analisa univariat didapatkan dari 63 siswa, sebanyak 35 siswa (55,6%) memiliki lingkungan beresiko, 40 siswa (63,5%) memiliki teman sebaya beresiko dan 37 siswa (58,7%) tidak pernah mengalami sexual harrasment. Hasil penelitian pada Analisa Bivariat didapatkan bahwa dari 35 siswa yang memiliki lingkungan beresiko, terdapat 20 siswa (57,1%) yang tidak pernah terjadi sexual harrasment, Sedangkan dari 28 siswi yang lingkungan tidak beresiko terdapat 11 siswa (39,3%) yang pernah terjadi sexual harrasment. Berdasarkan hasil uji statistik chi square dengan didapatkan nilai p value = 0,001 (? 0,05) yang artinya, ada hubungan lingkungan dengan kejadian sexual harrasment pada remaja putri di SMPN 1 Langgam Kabupaten Pelalawan. Nilai Prevelensi Odds Ratio (POR) yang didapat = 2,159 artinya siswa yang menyatakan lingkungan beresiko berpeluang 2 kali mengalami kejadian sexual harrasment.