Peneliti
melakukan observasi kembali terhadap proses pembelajaran dan menemukan bahwa
ada kesulitan yang dihadapi oleh guru, yakni dalam pembuatan instrumen
penilaian. Menurut Makmur (2012), dalam konteks ini, guru mengalami kendala
dalam menyusun instrumen penilaian yang efektif untuk mengukur pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan. Temuan ini didasarkan pada hasil wawancara di
sebuah sekolah menengah atas di Bangkinag, yang menunjukkan bahwa sebagian
besar guru kesulitan dalam membuat instrumen penilaian untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa. Kenyataannya, banyak guru hanya mengandalkan soal-soal yang terdapat
dalam modul atau buku yang diberikan kepada siswa sebagai sumber evaluasi di
akhir setiap pembelajaran. Akibatnya, kualitas instrumen penilaian menjadi
kurang optimal. Kendala ini disebabkan oleh keterbatasan soal-soal
dalam buku siswa, yang terfokus pada ranah kognitif dan terbatas pada tingkat
pengetahuan (C1) dalam Taksonomi Bloom Revisi. Hal ini menyebabkan siswa
cenderung terbiasa mengerjakan soal-soal dengan tingkat pemikiran yang rendah.
Selain itu, penekanan pada ranah kognitif saja tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Pasal
1 tentang Implementasi Kurikulum. Pasal ini menegaskan bahwa kompetensi
kelulusan harus mencakup sikap spiritual (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan
(KI 3), dan keterampilan (KI 4). Oleh karena itu, Suarsih (2020) berharap agar
guru mampu melakukan penilaian yang komprehensif dan berkesinambungan,
melibatkan semua aspek kompetensi untuk memantau perkembangan siswa secara
holistik.