Submision Description

  • Published Date: 25 Aug 2021
  • Modified Date: 25 Aug 2021
Download

PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI PENGARUH NEGATIF SMARTPHONE PADA ANAK (USIA TK) JAMAAH MESJID RAUDHATUL JANNAH, PERUMAHAN GRIYO PUSPITO, KELURAHAN BINAWIDYA, KECAMATAN TAMPAN PEKANBARU

By. JONI S.Pd.I, M.Pd

Pentingnya pendidikan bagi masyarakatnya sebenarnya telah menjadi salah satu agenda negara sebagaimana dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negera Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya hal ini bisa terwujud dengan adanya peran serta guru dan orang tua dalam mendidik masyarakat, khususnya anak-anak. Guru TK (Taman Kanak-Kanak) terutamanya mempunyai peran penting dalam membentuk karakter anak karena sejak TK nilai- nilai kehidupan mulai ditanamkan.

Adapun peran orang tua nantinya akan berpengaruh pada pendampingan anak didiknya dalam belajar, apalagi jika berhadapan dengan tantangan baru, pengaruh smartphone  yang sedikit banyak mengganggu pola belajar anak. Saat ini bermain smartphone menjadi kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan anak. Pola bermain smartphone anak secara umum masih sangat menghawatirkan, bahkan, anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain smartphone dibandingkan dengan di sekolah (Sumber: kompas.com diakses 28/11/11).

Apa  yang  ditonton atau dimainkan anak di smartphone tentunya  akan  mempengaruhi  pola  berpikir mereka, apalagi jika yang ditonton atau dimainkan adalah sesuatu yang negatif. Pada tahun 2001, The Committee on Public Education of the American Academy of Pediatrics (AAP) menyataan bahwa kekerasan pada game atau yang ditonton anak pada smartphone berdampak pada perilaku kekerasan pada anak (AAP:2011). Lebih lanjut, psikolog anak, Rose Mini, mengatakan, anak sangat mudah terpengaruh media audio dan visual seperti smartphone karena stimulus yang lebih intens dan lebih menarik bagi anak. Melalui smartphone, pola pikir anak cenderung konkret, apa yang dilihat dianggap benar sehingga anak dikhawatirkan akan meniru mentah-mentah apa yang ditonton atau mainkan dari smartphone (Sumber: kompas.com diakses 28/11/11). Tentunya peristiwa smackdown yang menghebohkan beberapa waktu lalu belum terhapus dari ingatan. Dari peristiwa tersebut boleh diketahui bahwa anak cenderung menirukan apa yang ditonton atau mainkan di smartphone, bahkan mereka tidak segan-segan melakukan kekerasan. Selain itu ada juga kasus ketika seorang bocah di Surabaya yang nekat menelan cincin logam hanya gara-gara ingin menirukan aksi Limbad, seorang pesulap yang ditonton di channel youtube pada smartphone.

Kejadian-kejadian tersebut tentunya bisa dihindari apabila orang tua dapat memberikan pengertian terhadap anak didiknya mengenai efek negatif dari bermain smartphone sehingga akhirnya anak sedikit banyak bisa mempunyai pemahaman untuk tidak meniru perilaku negatif yang ada di smartphone.

Hal yang lebih memprihatinkan, selain efek buruk dari aksi meniru adegan yang ditonton atau mainkan di smartphone adalah waktu yang dihabiskan oleh anak-anak tersebut untuk bermian dan menonton tayangan di smartphone. Yayasan Pendidikan Media dan Anak menyebutkan, rata-rata anak Indonesia bermain smartphone selama 3,5-5 jam sehari, itu berarti sama dengan 127, 5-1820 jam per tahun, padahal jam belajar anak sekolah dasar menurut UNESCO  harus tidak boleh melebihi 1000 jam per tahun (Sumber: kompasiana.com, diakses 12/11/2011).  

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan anak terhadap smartphone sangatlah tinggi.  Tentunya  dengan  terpaan smartphone  yang  tinggi  tersebut  anak  akan  terpengaruh dengan apa yang dilihatnya di smartphone. Postman bahkan berkesimpulan bahwa bermain dan menonton  smartphone tidaklah memperbaiki proses belajar, malah justru cenderung kurang mengembangkan kemampuan berpikir anak dalam tingkat kompleksitas yang tinggi (Postman, 2001:159) Selain itu, dari segi kesehatan, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa anak berusia enam tahun yang bermain smartphone terlalu lama berisiko terkena penyakit jantung di masa depan (Sumber : tempointeraktif.com, diakses 11/11/2011). Bahkan, IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menyebutkan bahwa terlalu banyak bermain dan menonton smartphone dapat berpengaruh pada pada perkembangan otak anak usia 0-3 tahun yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan bica