Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas rantai pasok industri kelapa sawit menggunakan model Supply Chain Operations Reference (SCOR), yang mencakup lima dimensi utama: Plan, Source, Make, Deliver, dan Return. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan purposive sampling, melibatkan 50 responden yang terdiri dari manajer operasional, staf pengadaan, teknisi pabrik, dan tenaga logistik dari berbagai entitas dalam rantai pasok kelapa sawit. Pemilihan responden dilakukan berdasarkan keterlibatan langsung mereka dalam proses operasional dan pengambilan keputusan, sehingga diharapkan mampu memberikan informasi yang representatif dan relevan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur, observasi lapangan, dan studi dokumen internal perusahaan. Data dianalisis menggunakan skala Likert 5 poin dan diuji reliabilitasnya menggunakan Cronbach’s Alpha, yang menunjukkan nilai sebesar 0,87, menandakan instrumen yang digunakan memiliki konsistensi internal yang tinggi. Analisis korelasi Spearman juga dilakukan untuk melihat hubungan antar dimensi SCOR, di mana ditemukan korelasi positif yang signifikan antara dimensi Plan dan Deliver (r = 0,62), serta antara Make dan Return (r = 0,58), menunjukkan keterkaitan kuat antara perencanaan, distribusi, proses produksi, dan pengelolaan limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek Make (Produksi) memiliki skor tertinggi yaitu 4,0, mengindikasikan efisiensi dalam pengolahan TBS menjadi CPO. Salah satu responden menyatakan bahwa “penggunaan teknologi ekstraksi modern dan pelatihan rutin kepada operator menjadi kunci peningkatan efisiensi produksi.” Aspek Source (Pengadaan) memperoleh skor 3,8, mencerminkan sistem pengadaan yang cukup stabil, meskipun masih dipengaruhi oleh fluktuasi harga bahan baku. Dimensi Plan dan Return masing-masing mendapatkan skor 3,5, menandakan perlunya peningkatan dalam perencanaan rantai pasok dan pengelolaan limbah, seperti pemanfaatan limbah padat menjadi kompos. Sementara itu, Deliver (Distribusi) memperoleh skor terendah 3,2, disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur logistik dan ketergantungan pada pihak ketiga. Hasil penelitian ini menekankan perlunya peningkatan efisiensi distribusi, stabilisasi harga bahan baku, serta penguatan pengelolaan limbah sebagai langkah strategis menuju keberlanjutan (sustainability) industri kelapa sawit.